Untuk memulai sebuah bisnis kuliner, tentunya membutuhkan modal yang tidak sedikit. Ada banyak orang yang memilih untuk memulai usaha dengan sistem pembagian hasil. Di dalam sistem bagi hasil usaha kuliner, maka bukan hanya pengelola saja yang akan memperoleh dana.
Pemodal juga akan mendapatkan keuntungan sebagai balasan. Dengan begitu, keduanya tetap akan memperoleh keuntungan. Untuk mengetahui lebih lanjut terkait sistem bagi hasil pada usaha kuliner, simak penjelasan berikut ini:
Apa Itu Sistem Bagi Hasil?
Sistem bagi hasil yaitu perjanjian yang dilakukan antara pengusaha dan investor untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini, akan ada kontrak kerja sama di antara keduanya. Nantinya, usaha yang dijalankan memperoleh keuntungan maka akan dilakukan pembagian laba.
Begitu juga sebaliknya, ketika sebuah usaha mengalami kerugian maka keduanya harus menanggung kerugian bersama. Hal ini harus disesuaikan dengan pembagian hasil yang sudah disepakati oleh keduanya. Dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat angka sangat berpengaruh terhadap perjanjian bagi hasil.
Metode dalam Sistem Bagi Hasil
Terdapat sejumlah metode dalam sistem bagi hasil usaha kuliner yang dijalankan oleh pengusaha dan investor. Semua metode ini, memberikan keuntungan yang berbeda-beda. Berikut adalah 3 metode dalam sistem bagi hasil:
- Profit sharing: keuntungan berasal dari jumlah pendapatan yang dikurangi biaya operasional (laba bersih).
- Gross profit sharing: keuntungan dihitung dari pendapatan dikurangi HPP sebuah produk.
- Revenue sharing: jenis pendapatan seperti sistem perbankan yaitu belum dikurangi biaya operasional maupun komisi.
Penerapan Keuntungan dalam Sistem Bagi Hasil Usaha Kuliner
Cara pembagian hasil akan dipengaruhi oleh jenis hubungan serta status dari masing-masing pelaku usaha. Ada 3 macam pemberi modal dalam sistem bagi hasil. Berikut ini penerapan keuntungan yang perlu diketahui:
1. Pemodal dan Rekan Kerja
Pada sistem ini, maka usaha dilakukan melalui cara patungan bisnis dengan teman. Artinya, pemodal merangkap sebagai rekan kerja. Sehingga pemodal juga bekerja untuk mengembangkan serta mengelola bisnis yang dijalankan.
Pada kasus ini, pembagian hasil meliputi dua hal, yaitu dividen modal dan gaji dari pekerjaan yang dilakukan. Jadi setiap orang akan memperoleh uang dari dua sumber. Dividen yang dibagi merupakan hasil pendapatan kotor yang sudah dikurangi biaya operasional dan investasi bisnis.
Baca Juga Memulai Bisnis Tiketing Online Dengan Untung Besar
2. Pemodal dalam Bentuk Saham
Pada jenis kerjasama ini, maka pihak terkait tidak akan berperan sebagai rekan kerja. Melainkan hanya sebagai pemodal saham atau investor. Seorang investor, hanya memberikan modal tetapi tidak terlibat di dalam kegiatan operasional. Pembagian untuk masing-masing pihak sudah disepakati di awal memulai bisnis.
Dalam hubungan kerjasama pemodal saham, maka sistem bagi hasil usaha kuliner hanya memuat nilai dividen dari modal yang dikeluarkan. Artinya, partner tidak akan memperoleh uang gaji. Sebab bukan merupakan pekerja yang aktif dalam bisnis kuliner yang dijalankan.
3. Pemodal dalam Bentuk Hutang
Sistem bagi hasil pada usaha kuliner untuk pihak yang bekerjasama sebagai debitur dan kreditur juga akan berbeda. Pada jenis kerjasama ini, modal yang diberikan dianggap sebagai hutang. Sehingga, sebelum memutuskan untuk mengambil modal dari kreditur harus melakukan perhitungan secara rinci.
Sama halnya dengan sistem hutang pada umumnya, debitur harus melakukan cicilan sesuai dengan perjanjian dan dalam waktu yang ditetapkan. Selain itu, debitur juga harus membayarkan bunga sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam kerjasama ini, dividen tidak akan berpengaruh terhadap pembayaran hutang.
Baca Juga Cara Membuat Stiker untuk Jualan yang Mudah
Itulah penerapan sistem bagi hasil usaha kuliner yang perlu diketahui. Setiap bisnis kuliner, dapat berjalan efektif ketika ada kerjasama yang baik dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, pastikan untuk memantau kondisi finansial agar target bagi hasil bisa sesuai dengan yang diharapkan.